Dekrit oleh Ordinaris Keuskupan Agung Kwangju
“Saya, Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi,
melaksanakan tugas Ordinaris Keuskupan Agung Kwangju melalui kebaikan
belas kasihan dan berkat dari Allah, dengan pertimbangan yang murah hati
serta perintah dari Bapa Suci, pengganti dari Rasul Petrus, walaupun
hal ini menyakitkan hati saya, namun saya tidak mempunyai pilihan
kecuali membuat pengumuman berikut ini untuk membela kehidupan iman yang
benar dari umat Kristiani, serta menjaga kesatuan dan persaudaraan
dalam komunitas Gereja (bdk. Kan. # 391)
Pertama, saya telah mencapai keputusan
bahwa ‘Julia Yoon dari Naju dan mereka yang mempercayai fenomena yang
berhubungan dengannya, tidak lagi mempunyai itikad untuk membentuk
kesatuan dan harmoni dengan Gereja Katolik. Mereka tetap menolak untuk
mengikuti deklarasi Ordinaris (1 Januari 1998 dan 5 Mei 2005) dan
petunjuk pastoral (5 Mei 2001) dan hanya menunjukkan penolakan terhadap
panduan-panduan tersebut. Mereka tidak mengikuti permintaan dan perintah
yang saya buat selama kunjungan pribadi saya ke rumah Julia Hong-Sun
Yoon dan suaminya, Man-Bok Kim, bersama-sama dengan beberapa saksi
(Maret hingga Agustus 2003), bahwa mereka tetap melaksanakan kehidupan
iman mereka seperti biasa (seperti menghadiri Misa hari Minggu, mengaku
dosa sebelum peringatan hari-hari besar seperti Natal dan Paskah, dan
memberikan persembahan kepada paroki) dan menunjukkan catatan finansial
dari semua sumbangan yang telah mereka terima. Mereka juga tidak
merespon ultimatum saya di bulan Februari 2005. Mereka tetap melanjutkan
mengajarkan ‘fenomena yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’
sebagai ‘wahyu pribadi’ atau ‘mukjizat’, memperkirakan pembangunan apa
yang disebut dengan ‘basilika’ untuk mengumpulkan dana, menyebarkan
informasi yang menyesatkan bahwa Bapa Suci dan Tahta Suci mengakui
(Naju), dan mengkritik saya, Persatuan Uskup-uskup Korea, dan Gereja
Katolik Korea melalui media cetak dan elektronik. (bdk. pamflet-pamflet
promosi mereka, buku-buku, koran, dan situs internet).
Saya membuat konfirmasi akhir bahwa
perbuatan mereka yang sedemikian adalah sama sekali bukan sikap yang
benar dan seimbang sebagai umat beriman; juga bukan suatu perbuatan
devosi atau ritual penyembahan yang benar kepada Allah. Sejalan dengan
itu, saya menyatakan bahwa para klerus, kaum awam dan kaum religius yang
berpartisipasi dalam administrasi Sakramen-sakramen atau perayaan dari
Sakramental, yang telah saya larang, pada ‘kapel’ yang tidak resmi atau
‘Gunung dari Bunda Yang Terberkati’, mengakibatkan penalti ekskomunikasi
otomatis (bdk. Kan # 1336 dan 1364). Oleh karena hal-hal ini adalah
perbuatan-perbuatan ketidaktaatan melawan panduan dan penilaian pastoral
dari Ordinaris, pelanggaran terhadap Hukum Kanon (bdk. Kan # 1369,
1371, dan 1373), dan penolakan-penolakan untuk membentuk kesatuan
seperti halnya menimbulkan kerusakan kepada persaudaraan dalam komunitas
Gereja, penalti ini berlaku tidak hanya kepada umat beriman yang
menjadi bagian dari Keuskupan Agung Kwangju tetapi juga kepada semua
klerus, kaum awam, dan kaum religius di dalam Gereja Katolik.
Kedua, saya telah memastikan bahwa Rm.
Aloysius Hong-Bin Chang dari keuskupan saya, yang mengesahkan bahwa
‘fenomea yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’ adalah ‘wahyu
pribadi’ dan ‘mukjizat’, mengemukakan secara tak tergoyahkan bahwa
(keputusannya) adalah ‘sebuah pilihan berdasarkan hati nuraninya’ dan
berulang ulang memutarbalikkan (kata-katanya) dan melanggar kewajibannya
untuk taat kepada Ordinaris, yang kepadanya ia telah bersumpah di hari
pentahbisannya, tergantung kepada situasi, tidak lagi mempunyai intensi
untuk membentuk kesatuan dan harmoni dengan kesatuan para imam di
Keuskupan Kwangju. Dalam kedua pertemuan komite personel (1 Juni 2007
dan 15 Januari 2008), ia tidak hendak mengakui pengesahan yang telah
dilakukannya melainkan hanya bermaksud untuk mempertahankan sikapnya,
yang menegaskan bahwa ia adalah hanyalah ‘salah satu dari orang yang
percaya kepada fenomena yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’
daripada seorang imam sebuah keuskupan yang setia kepada tugas ketaatan
di mana ia telah bersumpah kepada Ordinaris (bdk. Kan # 273 dan 278).
Sejalan dengan itu, Rm. Aloysius Hong-Bin
Chang tidak lagi memiliki status dan hak sebagai seorang imam yang
menjadi bagian dari Keuskupan Kwangju, dan semua kemampuan isitimewa
bagi imam-imam diosesan, yang seragam secara nasional, dikaruniakan
kepadanya di hari pentahbisannya, dengan ini ditarik (bdk. Kan # 194,
1333, 1336, dan 1371).
Saya berdoa kepada Tuhan, melalui belas
kasihan dan rahmat-Nya yang tidak terbatas, orang-orang ini akan
menyadari kesalahan-kesalahan mereka, kembali ke pangkuan Gereja
Katolik, menerima berkat-berkat kesatuan dan harmoni melalui Sakramen
Pengakuan Dosa, dan sesegera mungkin berpartisipasi dalam ritual yang
benar dalam penyembahan kepada Allah. Bunda Suci, Bunda Juruselamat kami
dan Bunda kami, Pelindung Gereja Korea dan dikandung tanpa dosa asal;
Santo Yusuf; dan semua santo santa para martir Korea, doakanlah kami.”
21 Januari 2008,
Pada hari peringatan St Agnes, perawan dan martir.
Ditandatangani oleh Uskup Chang Moo Choi
Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi
Ordinaris dari Keuskupan Agung Kwangju
Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi
Ordinaris dari Keuskupan Agung Kwangju
Pernyataan Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi merupakan kelanjutan
dari surat dari keuskupan Incheon (Naju termasuk dalam wewenang
keuskupan ini), oleh uskup Boniface Choi Ki-san tanggal 29 Juni 2007
yang melarang umatnya untuk berziarah ke Naju. Larangan ini merupakan
kelanjutan dari pernyataan senada dari Uskup Agung Victorinus Youn
Kong-hi di tahun 1998, yang menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti yang
menyatakan bahwa penglihatan- penglihatan dan fenomena yang dialami oleh
Julia dan patungnya merupakan sesuatu yang benar- benar supernatural
dan berasal dari Tuhan. Pengganti Uskup Agung Youn, yaitu Uskup Agung
Andreas Choi Chang-mou, di tahun 2001 dan 2005 juga sudah pernah
mengeluarkan pernyataan serupa, dan pada tahun 2008 tersebut kembali
mengeluarkan surat yang merupakan penegasan dari apa yang pernah
disampaikan sebelumnya. Informasi yang lebih lengkap mengenai hal ini,
dapat dibaca di link ini, klik di sini, dan di sini.
Selanjutnya dalam berita di UCAnews.com mengatakan:
“Keuskupan Agung Kwangju pada tanggal 24
Februari 2008 mengeluarkan pernyataan, “Sikap Keuskupan Kwangju dalam
kaitan dengan Peristiwa Julia Youn di Naju”. Di dalam pernyataan itu,
Keuskupan Kwangju mengutip surat dari Kongregasi Untuk Ajaran Iman (CDF/
Congregation for the Doctrine of the Faith) yang berkedudukan
di Vatikan, yang mengatakan bahwa Vatikan menghargai keputusan Keuskupan
Kwangju sebagai sikap resmi dari Gereja universal, yaitu keputusan
terhadap apa yang dianggap sebagai penampakan, yang dialami oleh Julia
di Naju.”
Surat dari Vatikan tersebut bertanggal 24 April, 2008.
Uskup Agung Andreas Choi Chang-mou dari
Kwangju telah menyatakan di bulan Januari 2008 bahwa Youn dan para
pengikutnya, yang telah mendesakkan keyakinannya terhadap apa yang
disebutnya sebagai mukjizat ilahi yang berputar di sekelilingnya, telah
mengakibatkan terjadinya ekskomunikasi latae sententiae.
Ekskomunikasi tersebut tidak diterapkan melalui jalur penghakiman, namun
lahir sebagai akibat otomatis dari sebuah tindakan yang menempatkan
seseorang di luar komunitas umat beriman.”
Untuk membaca berita selengkapnya, silakan klik di sini, dan juga di sini, silakan klik
Mengingat bahwa sejauh ini ada banyak juga umat Katolik dari
Indonesia yang sudah ‘berziarah’ ke sana, maka ada baiknya informasi ini
diketahui oleh umat Katolik Indonesia, sebab nampaknya pihak otoritas
Gereja Katolik (dalam hal ini sikap Vatikan sama dengan sikap Keuskupan
Agung Kwangju) tidak mengakui penampakan/ fenomena Julia Kim ini. Kita
sebagai umat Katolik selayaknya percaya kepada pihak otoritas Gereja
Katolik di Naju, Korea Selatan, yang telah mengadakan penyelidikan
seksama terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan pernyataan tersebut. Pihak
Keuskupan Agung sudah telah membentuk komite khusus pada tanggal 30
Desember 1994, untuk menyelidiki fenomena- fenomena di Naju. Berdasarkan
penyelidikan komite tersebut, ternyata ditemukan adanya keterlibatan
beberapa elemen- elemen buatan/ elemen manusia, sehingga kredibilitas
fenomena tersebut diragukan. Silakan membaca selengkapnya pernyataan
Uskup Agung Kwangju sehubungan dengan hal ini, silakan klik.
Dalam sejarah Gereja Katolik, para penerima wahyu pribadi yang
otentik selalu tinggal dalam kerendahan hati, tidak menentang otoritas
Gereja, dan tidak menjadikan tempatnya menjadi tempat ziarah dengan
memungut biaya masuk bagi pengunjung seolah menjadikannya tempat
komersial. Hal ini nampaknya berbeda dengan yang terjadi di Naju, Korea
Selatan. Menurut informasi yang kami terima dari salah seorang umat
Katolik dan Romo yang berdomisili di Korea, pihak Vatikan telah
menyelidiki dengan mengirimkan utusan untuk menjadi salah satu peziarah
untuk mengetahui keadaan di lapangan, dan dengan demikian keputusan yang
disampaikan oleh pihak otoritas Gereja juga didasari atas fakta dan
penyelidikan terlebih dahulu.
Sebaliknya, klaim yang beredar di internet tentang kecondongan sikap
Paus Banediktus XVI maupun Cardinal Ivan Diaz terhadap fenomena Julia
Kim di Naju, dan mukjizat Ekaristi di Vatikan pada saat Julia Kim
mengunjungi Vatikan di tahun 2010 yang lalu, merupakan ulasan dari
pihak- pihak peliput, namun tidak secara resmi dikeluarkan oleh pihak
Vatikan sendiri. (Jika Anda berhasil menemukan pernyataan tersebut
langsung dari Vatikan, silakan memberitahu kami, agar kami dapat
merevisi jawaban ini).
Maka, mari sebagai umat Katolik kita tunduk kepada keputusan
Magisterium Gereja Katolik (yang dalam hal ini diwakili oleh keputusan
dari pihak otoritas Gereja Katolik yaitu Keuskupan Agung Kwangju di
Korea Selatan yang juga menjadi acuan bagi sikap Vatikan), sebab
merekalah yang memang berhak menentukan apakah suatu wahyu pribadi yang
terjadi di wilayahnya itu otentik -sungguh bersifat adikodrati dari
Tuhan- atau tidak. Para pemimpin Gereja itulah yang dengan kompetensi
khusus bertugas “untuk menguji segala sesuatu dan berpegang teguh kepada
apa yang benar” (lih. 1 Tes 5:12; 19-21, sebagaimana dikutip dalam Lumen Gentium, 12). Selanjutnya, perlu kita ingat bahwa wahyu pribadi tidak menambah ataupun mengurangi perbendaharaan iman (deposit of faith)
Kristiani (lih. KGK 67). Sebab seluruh wahyu telah dinyatakan oleh
Kristus, dan peran wahyu pribadi (yang otentik) adalah membantu umat
beriman untuk lebih menghayatinya hari demi hari; agar menghasilkan
buah- buah Roh Kudus: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan pengendalian diri
(Gal 5:22-23). Buah- buah Roh Kudus inilah yang menjadi tanda bukti akan
iman yang sejati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Sumber: http://katolisitas.org/7791/tentang-fenomena-julia-kim-naju
No comments:
Post a Comment