Social Icons

25 September 2013

SURAT PAUS FRANSISKUS

Tulisan ini saya cp dari http://www.facebook.com/gerejakatolik?fref=ts
 
Sapaan Sahabat untuk Sahabat:

Derita memang menyengsarakan, tapi derita yang kita alami menawarkan dua cara; "Entahkah semakin menjauh dari Tuhan atau semakin berpaut pada-Nya."

Kuteringat ekspresi kegembiraan dan kebahagiaan Anna Romana, wanita yang tidak mau melakukan aborsi tapi ingin melahirkan secara normal dan ingin agar anaknya dibaptis di dalam Gereja Katolik.



"Kudengar Suara-Nya Menyapaku:

"JANGAN TAKUT, ANAK-KU...ENGKAU TIDAK SENDIRIAN!"


Inilah kisah dan surat dari Anna Romana kepada Paus Fransiskus:

Sementara mengendarai mobil dalam liburanku, kudengar handphoneku berdering. Sebuah nomor misterius terlihat di layar handphoneku. Dan, sungguh menjadi sesuatu yang membuat jantungku berdetak kencang bahwa suara yang menyapaku dari seberang sana adalah sosok yang paling dihormati di dalam Gereja Katolik. Dialah Paus Fransiskus.

Adalah keinginanku untuk membagi deritaku dengan seseorang karena aku diceraikan dengan seorang pria yang kuyakini akan memberiku kebahagiaan tapi kesalahan terbesarku adalah aku sudah hamil dari lelaki lain, dan suamiku ingin agar janin di dalam kandunganku harus digugurkan. Karena itu, kukirimkan sepucuk surat kepada Paus Fransiskus, yang aku sendiri tidak yakin bahwa surat itu akan sampai kepadanya, apalagi sampai beliau membaca, membalas dan meneleponku. Rasanya ini sebuah mimpi dari seorang wanita yang sedang putus asa dengan kehidupannya.

Dalam suratku aku menulis dan mengatakan kepadanya (Paus) dilemma yang kualami; "Aku tak pernah beruntung dalam hidupku dengan kaum lelaki, aku menikah ketika aku masih sangat mudah, dan akhirnya banyak hal tidak berjalan dalam pernikahan kami sebagai mana cita-cita mereka yang ingin menikah dan membentuk sebuah keluarga yang bahagia, yang ujungnya aku diceraikan. Kemudian aku menjalin relasi singkat dengan beberapa pria sampai aku bertemu dengan seorang pria yang kupikir adalah seorang pria yang kuidamkan dalam hidupku sebagai seorang wanita yang ingin berkeluarga.

Bulan Juni yang lalu, aku mendapati diri telah hamil karena hubunganku dengan pria itu dan ketika aku memberitahukan kepadanya, aku mendapatkan reaksi yang membuatku sangat terpukul karena bukannya dia bahagia mendengar berita kehamilanku tapi dia malah mengatakan kepadaku bahwa dia telah menikah dengan wanita lain, sudah memiliki anak, dan adalah lebih baik jika aku harus menggugurkan bayiku

Aku menjawabnya bahwa aku tidak akan pernah menggugurkan bayiku dan mempersilakan dia untuk pergi dari kehidupanku. Aku sungguh-sungguh berada dalam neraka kehidupanku sekarang. Dan, mengapa aku menuliskan surat ini kepadamu karena aku tidak mempunyai siapa-siapa untuk saling berbagi, dan bahwa semua orang meninggalkanku setelah mereka menghina dan mendustaiku.

Aku, lalu mengalamatkan suratku kepada Paus Fransiskus dengan alamat Vatikan dan mengirimkannya lewat post. Sejujurnya aku tidak yakin apalagi berharap bahwa beliau akan membalas suratku, tetapi sungguh di luar dugaanku bahwa ketika aku sedang berlibur, aku menerima sebuah panggilan telepon darinya.

Nomor telepon itu dari Roma, dengan nomor code dial "06" dan ketika kami berbicara aku sadar bahwa dia yang ada di sana adalah suara Paus Fransiskus. Ini sungguh-sungguh mengharukan bahwa dia (seorang Paus) telah meneleponku. Beliau mengatakan kepadaku bahwa dia telah membaca suratku dan dia ingin berbicara kepadaku secara pribadi tentang semua yang aku alami dan ingin menyakinkanmu bahwa ada seseorang yang sedang mengkhawatirkanku. Kami hanya berbicara dalam rentang beberapa menit tetapi hatiku diliputi kegembiraan, dan sambil berbincang-bincang dengan Paus, aku menyentuh perutku.

Aku hanya pernah melihat Paus sekali sebelumnya, di pondium St. Petrus ketika aku masih tinggal di Roma, dan aku tak pernah membayangkan bahwa Paus Fransiskus akan menekan angka telepon dan memanggilku serta berbicara kepadaku selayaknya aku adalah sahabat karibnya. Dia (Paus) meyakinkanku bahwa bayiku adalah sebuah pemberian istimewa dari Allah, sebuah tanda dari Rencana Ilahi dan bahwa aku tak akan ditinggalkan sendirian dalam deritaku. Dia (Paus) menyakinkanku bahwa "orang-orang Kristen tidak harus takut."

Dia (Paus) berkata kepadaku bahwa aku adalah wanita yang sangat berani dan kuat untuk mempertahankan bayi yang tak dikehendaki kelahiranya. Aku, lalu berkata kepadanya bahwa aku ingin membaptis anakku sesaat ketika ia lahir tetapi aku takut karena aku seorang wanita yang telah diceraikan dan seorang "single mother" tetapi ia menjawabku bahwa dia akan menjadi bapa rohaniki dan akan membaptis bayiku. Aku sendiri tidak yakin bahwa dia akan melakukannya, aku merasa bahwa ini hanyalah sebuah mimpi tapi jika dia (Paus) akan membaptis bayiku maka itu pasti akan menjadi sesuatu yang lain, bahwa panggilan teleponnya telah mengubah hidupku.

Aku berharap bahwa suratku akan menjadi contoh untuk teman-teman wanita lain, yang merasa bahwa mungkin mereka disingkirkan dari Gereja karena telah memilih pria yang salah sebagai pasangan mereka, teman-teman yang telah diceraikan atau sedang hidup dengan pria yang tidak ingin menjadi seorang ayah. Aku tidak tahu jenis kelamin dari bayiku tetapi jika Paus membaptisnya dan dia adalah seorang bayi laki-laki maka tanpa ragu aku akan menamainya "Fransiskus."


Diterjemahkan bebas dan diramu dalam bentuk sebuah cerita
oleh Romo Inno Ngutra, Pr (Keuskupan Amboina)

No comments: